Jalanlah Di Jalanmu, Maka Dia Akan Menjadi Kakimu



Jalanlah Di Jalanmu, Maka Dia Akan Menjadi Kakimu
@DeeR
http://angroom.files.wordpress.com/2014/09/siluet-pohon-jalan-matahari-terbit.jpg

Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan”(Qs. Ar-Rahman: 13).
Tiba-tiba handphoneku berdering dengan kerasnya. Aku terperanjat dari kursi yang aku duduki dan hampir jatuh dibuatnya. Beberapa saat kemudian aku tersadar posisiku berada di kantor guru. Ya, hari ini adalah hari pelatihan lomba Olimpiade Kimia. Terhitung sudah sepuluh hari lagi menuju lomba itu. Bebanku semakin terasa berat karena saat yang bersamaan aku harus mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional yang kurang lebih sebulan lagi. Ketika temanku pulang sekitar pukul 15.00, aku harus pergi ke kantor guru sampai pukul 19.30 untuk pelatihan lomba itu. Hampir dua belas hari lamanya rutinitas seperti ini aku lakukan, bahkan hari minggu aku harus ke rumah guru pembimbingku.
Singkat cerita hari ini adalah hari pertama perlombaanku. Ridho orang tua, kepala sekolah, teman-teman sekelas beserta lambaian tangan mereka ketika mobil kami melaju yang menemani keberangkatanku pagi itu. Lomba itu dilaksanakan di kota Semarang tepatnya di UNDIP. Perjalanan kurang lebih lima jam dari daerahku. Sampailah aku dan guru pembimbingku di UNDIP, ternyata tepat setelah kami sampai disana technical meeting lomba usai dilaksanakan. Aku tidak terlalu ambil pusing tentang itu karena di form pendaftaran sudah dicantumkan berbagai ketentuan dan peraturan lomba. Aku langsung bercampur dengan peserta lain menuju tempat penginapan kami. Kami akan berada disini selama tiga hari sesuai dengan sesi lombanya yang juga tiga sesi. Jadi, sehari satu sesi lomba. Tibalah aku disesi pertama lomba. Sesi ini, teknis lombanya adalah pilihan ganda. Menurutku, ini tidak terlalu sulit. Namun, ada satu masalah besar yang terjadi. Ternyata technical meeting kemarin membahas perubahan peraturan lomba. aku yang hanya mengerjakan soal yang benar-benar kuyakini kebenarannya karena diperaturan awal ada pengurangan poin untuk jawaban salah. Aku diberitahu perubahan ini setelah aku selesai mengerjakannya. Ya, kecewa berat yang kurasakan saat itu. Semangatku menghadapi sesi kedua telah runtuh dan itu berimbas pada sesi kedua. Dari dua puluh soal uraian, aku hanya bisa mengerjakan setengahnya. Namun, semangatku kembali di sesi ketiga karena memang aku suka sekali dengan praktek.
Ketika itu aku duduk di depan Fakultas MIPA bersama guruku untuk mengulang soal praktek. Kemudian, ada seorang peserta dengan guru pembimbingnya menghampiri kami. Kami berkenalan dan dia bercerita banyak hal. Ternyata dia mendapatkan bocoran kalau prakteknya bukan titrasi sederhana, tetapi titrasi lanjutan yang notabene ada empat jenis. Kulihat dia sudah mempersiapkan dengan baik. Seketika keringat dingin mengalir dari dahiku, seluruh tubuhku gemetar. Ingin rasanya aku menangis sekencang-kencangnya tapi kutahan itu semua. Guruku yang menyadari kondisiku mengajakku untuk sholat dhuha. Lalu dengan sekejap, guruku menyuruhku mempelajari salah satu dari keempat jenis itu yang aku sukai. Akhirnya aku memilih yang paling sederhana. Subhanallah, ternyata yang kupelajari singkat itu keluar dalam soal praktek. Tidak henti-hentinya aku mengucapkan syukur kepadaNya. Inilah kekuatan dari sholat dhuha. Malam penghargaan pun tiba. Aku pasrah terhadap hasilnya, apapun itu. Setelah dibacakan siapa saja yang menyabet juara satu sampai tiga, aku tertunduk lesu. Hampir sebulan aku mempersiapkan ini semua  hanya untuk kekalahan.
Kekecewaanku terus berlanjut dari drilling ujian nasional sampai pelaksanaan ujian nasional. Sebelumnya aku sudah dipesan oleh guru matematika untuk mendapatkan nilai sempurna. Namun, kenyataan berbalik mencekikku. Nilai matematikaku hanya 9.50. Artinya ada dua nomor yang salah dan itu sakit sekali rasanya. Belum lagi mata pelajaran yang lain yang hanya dibawah sembilan. Seakan yang ada di dalam diriku hanya kekecewaan yang mendalam. Ingin rasanya aku menangis seharian. Namun, apa daya semua sudah terjadi. Percuma menangisi semuanya. Padahal sebelumnya aku pernah menolak suatu kesempatan yang bisa dibilang sangat langka. Aku ditawari langsung oleh pihak perusahaan untuk menjadi karyawannya tanpa seleksi dengan gaji lima juta lebih. Aku menolaknya karena pertimbangan jauh dari orang tua mengingat aku adalah anak satu-satunya. Jadi, aku lebih memilih untuk mendaftar kuliah jalur undangan. Belum usai lukaku karena lomba dan ujian nasional, hari ini ditambah lagi dengan tidak diterimanya aku di perguruan tinggi negeri lewat jalur undangan. Aku ingin sekali mewujudkan cita-citaku waktu kecil yaitu menjadi seorang pendidik. Namun, kesempatan pertama sudah hilang dariku. Padahal sehari setelah pengumuman itu aku harus melaksanakan wisuda di SMK ku. Wisuda yang harusnya diliputi rasa gembira karena telah lulus, akan tetapi aku datang dengan muka murung dan penuh beban. Entah apa yang harus ku perbuat. Aku kasihan kepada kedua orang tuaku yang menggantungkan satu-satunya harapan padaku. Mereka rela mengorbankan apapun untuk masa depanku. Walaupun pekerjaan mereka hanyalah seorang petani dan buruh tidak tetap, mereka ingin sekali aku meraih cita-cita itu. Namun, cahaya kembali bersinar di dalam hatiku mengalahkan kekecewaanku. Aku terpilih sebagai lulusan terbaik yang artinya walaupun di ujian nasional aku kalah saing, tetapi di semua ujian beserta raport aku tetap yang nomor satu. 
Satu per satu jalan dibukakan olehNya. Aku serius mempersiapkan seleksi tertulis masuk universitas. Walaupun aku dari IPA aku mendaftar di IPS. Walaupun hanya dua minggu dan belajar dari awal, namun motivasiku mengalahkan ketidakmungkinan itu. Akhirnya, aku diterima di universitas Sebelas Maret Solo dengan program studi pendidikan Ekonomi. Sekarang aku sudah berada di semester tiga, dan Alhamdulillah sejauh ini aku bisa beradaptasi dengan ilmu yang baru kukenal. Semangat mengejar cita-cita itu masih membara dalam setiap sendi dan denyut nadiku. Seketika aku ingat salah satu ayat Al-Qur’an yaitu surat Ar-Rahman yang sampai tiga puluh satu kali diulangi dalam surat itu. Arti ayat itu adalah “Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?”. Sungguh nikmat Allah tak terhitung jumlah dan nilainya. Dia selalu bersama dengan orang yang sabar. Ketika kita terus memperjuangkan jalan kita walaupun sering terjatuh, maka Allah akan menjadikan indah pada ujung jalannya.



0 Comment "Jalanlah Di Jalanmu, Maka Dia Akan Menjadi Kakimu"