Dia yang Terpatri dalam Setiap Do’a



 


Masih segar di fikiranku, nama dan wajah seorang mahasiswa itu. Namanya terpatri di hati kami para anggota Rohis kampus. Seakan, dia ingin memberitahuku “beginilah seharusnya mahasiswa”. Memori ini seakan memutar balik film tentang dia. Begitu jelas bagian peristiwanya. Hati ini seakan mengisyaratkan betapa tidak bergunanya diri ini. Dia mahasiswa luar biasa, terpancar kecerahan pada wajah juga perilakunya, dan beginilah kisahnya....
            Waktu itu, tanggal 21 Februari 2014 aku tergesa-gesa mengemasi semua buku dan laptopku untuk menuju ke kampus. Saat itu aku duduk di semester empat. Berbeda dengan hari-hari biasanya, hari itu aku akan dilantik sebagai pengurus Rohis kampus. Bisa dibilang, aku terlambat masuk Rohis yang biasanya saat semester dua sudah masuk pertama kali sebagai pengurus Rohis. Memakai jas almamater kebanggaanku dengan warna yang masih kontroversial (antara hijau atau biru) ku langkahkan kaki ini dengan mantap menuju ruang itu. Ketika aku masuk, terbesit dalam hati keraguan aku masuk Rohis. Aku bisa disebut sebagai orang awam dalam urusan agama. Yah, baru mengenal yang namanya ngaji saat masuk perguruan tinggi. Ternyata acara baru saja dimulai. Kami diurutkan sesuai bidang kami. Aku masuk di bidang Dakwah. Lucu juga yah, orang yang baru belajar agama harus mengemban amanah yang berat sebagai pendakwah. Kulihat deretan paling kiri, duduklah seorang yang sangat gagah dengan wajah yang berseri. Namun, dia duduk sendirian di deretan kursi itu.
            “Hey Sub, dia di bidang apa sih? Kok cuma sendirian ?”, tanyaku pada Subhan (temanku yang duduk disebelahku) sambil menunjuk kearah orang itu.
            “sembarangan kamu ini Ziz, itu ketua umumnya”, jawab Subhan
            “Ouuuw”, jawabku singkat sambil terus memandangi laki-laki itu
            “Namanya siapa sub ?”
            “Muhammad Fauzan”, jawab Subhan singkat.
Pertama kali aku melihatnya, satu kesan yang melekat di fikiranku, “berwibawa”. Tibalah saatnya sang ketua umum baru memberikan sambutannya kepada semua pengurus.
Hari ini, aku Bersedih !!!
Aku dibebani beban yang sungguh berat aku memikulnya. Mulai hari ini, semua yang aku lakukan dan aku ucapkan sangat bertanggung jawab kepada kalian wahai saudaraku. Tapi, aku bahagia !!!
Aku akan ditemani oleh orang-orang yang ingin menjadi pribadi rabbani. Pemimpin yang baik tidak akan ada artinya tanpa pasukan yang baik. Anggap saja di sini saya sama dengan kalian wahai saudaraku. Sama-sama orang yang rela mengorbankan apapun untuk berdakwah, sama-sama orang yang ingin memperbaiki diri, dan sama-sama orang yang ingin menegakkan kalimatullah di kampus ini !!!...
Sambutan luar biasa itu telah mengobarkan semangat semua orang yang ada di ruangan itu. Bahkan semua terpaku terpana mendengar kata-kata yang menggebu namun dikemas dalam bahasa yang lemah lembut.
April 2014
Mas Fauzan yang sudah memimpin kami selama dua bulan telah mempunyai tempat tersendiri di hati kami.  Suatu saat dia bisa menjadi seorang pemimpin yang bijaksana, suatu saat dia bisa menjadi kakak bagi kami, suatu saat dia bisa menjadi ayah kami yang selalu mendengar keluhan kami. Aku mulai penasaran bagaimana kehidupan sehari-hari dari mas Fauzan.
Mas Fauzan adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Adiknya yang besar sudah masuk SMA. Sedangkan adik keduanya baru kelas empat SD. Mas Fauzan hidup di keluarga yang cukup sederhana. Ibunya bekerja sebagai karyawan sebuah pabrik. Namun, bapak mas Fauzan meninggal ketika mas Fauzan masuk ke perguruan tinggi. Saat itu mas Fauzan hampir putus asa untuk tidak melanjutkan kuliahnya. Akan tetapi, atas desakan ibunya dan terlebih lagi mas Fauzan penerima beasiswa Bidikmisi akhirnya dia terus berjuang sampai sekarang semester enam. Mas Fauzan tidak hanya berperan sebagai kakak, namun sebagai ayah sekaligus bagi adik-adiknya. Paginya dia kuliah, sorenya dia fokus ke organisasi dan malamnya dia gunakan untuk bekerja sebagai pelayan cafe milik dosennya. Itu belum cukup, dia mengerjakan tugas dan sebagainya pada bagi hari setelah dia bangun sholat tahajjud sampai sebelum masuk kuliah. Hal itu berarti mas Fauzan hanya tidur dari pukul 23:00 sampai 02:00.
Hari sabtu dia gunakan untuk bekerja penuh dari pagi sampai malam pada cafe tersebut. Minggunya dia habiskan waktu untuk semua keluarganya walaupun malam harinya dia mengajar les privat kepada anak-anak tetangganya. Dia lakukan walaupun dengan bayaran cuma-Cuma bahkan sering hanya dibayar dengan beras ataupun gula pasir. Semua hal itu dia lakukan tanpa mengeluh. Terlebih lagi yang membuatku semakin kagum, prestasi akademiknya di perkuliahan sangat baik, sampai sekarang IPKnya cumlaude, mengingat dia berada di jurusan yang berat, yaitu Kimia. Kami sebagai bawahan mas Fauzan tidak pernah diperlakukan seperti suruhan, tapi kami sudah dianggapnya sebagai sahabat. Setiap kali ada masalah di Rohis, dialah yang menyelesaikannya. Kadang, kami melihat guratan kelelahan di wajah mas Fauzan ketika bertemu. Kami pun mengerti akan hal itu. Disaat seperti itu, kami berusaha untuk tidak membahas tentang organisasi dengannya. Aku dan kawan-kawanku mencoba menghiburnya dengan candaan khas kami.
Agustus 2014
Mas Fauzan yang terlihat begitu kuat menjalani semua aktivitasnya, terbaring lemah di rumah sakit. Saat itu dia terkena penyakit tifus. Mas Fauzan di rumah sakit hanya tiga hari. Setelah itu dia mengambil cuti untuk istirahat selama satu minggu untuk memulihkan kondisinya. Mas Fauzan terlihat lebih periang setelah sembuh dari penyakitnya. Kami mulai menemukan kembali mas Fauzan yang dulu. Bulan ini adalah bulan sibuknya Rohis. Agenda terbesar Rohis yaitu Islamic Festival terselenggara bulan ini. Mas Fauzan sampai rela cuti dari semua pekerjaannya selama satu minggu untuk mendampingi kami. Sungguh pemimpin yang luar biasa.
November 2014
Rohis mulai mendekati periode akhir. Akhir kepengurusan kami akan ditandai dengan Musang (Musyawarah Anggota) Rohis Universitas kami pada bulan Desember nanti. Sedih juga sebentar lagi kepengurusan dengan ukhuwah yang indah ini akan berakhir. Terlebih lagi mas Fauzan pasti sudah tidak ada lagi di Rohis tahun depan. Kami para pengurus Rohis sering kumpul bareng. Saat kumpul, mas Fauzan sering mengeluhkan kepalanya yang sakit. Kami sebenarnya sangat khawatir dengan kondisi mas Fauzan. Tapi mas Fauzan mampu mencairkan suasana menghilangkan kekhawatiran kami.
Minggu Pertama bulan Desember 2014
Sebelum musyawarah anggota untuk memaparkan laporan pertanggungjawaban ketua umum dan diterima atau tidaknya LPJ ketua umum, mas Fauzan menyampaikan perpisahan kepada semua pengurus. Hal ini membuat semua pengurus yang datang diruangan itu menahan kesedihan yang tak terkira. Kami akan berpisah dengan orang yang luar biasa yang telah menyadarkan kepada kami betapa indahnya bersaudaraan. Mas Fauzan berjalan kedepan mimbar dengan sedikit tergopoh-gopoh. Kulihat keringat mengucur deras di dahinya. Mas Fauzan terlihat pucat, pancaran rona cahaya di wajahnya tidak terlihat lagi.
“Mas Fauzan sakit !!!”, gumamku dalam hati
“Udin, sepertinya mas Fauzan sakit”, kataku kepada Udin
Udin langsung maju kedepan dan menanyakan kondisi mas Fauzan.
“Mas Fauzan sakit?”, tanya udin
“Nggak kok dik, aku baik-baik saja dik”, jawab mas Fauzan dengan senyum lemah.

Akhirnya mas Fauzan memulai ucapan perpisahannya,
“Assalamualaykum warahmatullahi wabarakatuh”, salam mas Fauzan
“Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh”, jawab kami serentak
“Di ruangan ini, dulu kita dipertemukan, dan sekarang diruangan ini pula kita akan dipisahkan. Dulu saya bahagia sekaligus bersedih diruangan ini, sekarangpun saya juga bahagia sekaligus bersedih. Saya bahagia karena dipertemukan dengan sahabat-sahabat saya yang senantiasa menemani saya. Saya hanya berpesan satu hal, ketika perpisahan menghampiri, hanya ukhuwah dan do’a robithoh lah yang akan mengikat hati. Jangan lupa tetap do’akan sahabat-sabahat kita yak...” mas Fauzan menyelesaikan ceritanya
Seisi ruangan itu terdiam dan beberapa kelihatan menahan isak tangisnya.
“Namun, yang membuat saya sedih adalah....”
Mas Fauzan berhenti sejenak, terlihat dia memegangi kepalanya. Aku perhatikan baik-baik, ternyata hidung mas Fauzan mengeluarkan darah
“ Hidung mas Fauzan berdarah !!”, teriakku
Mas Fauzan menoleh kearahku diikuti semua pengurus. Tiba-tiba mas Fauzan ambruk tak sadarkan diri. Segera aku dan semua pengurus yang laki-laki segera membawa mas Fauzan ke rumah sakit terdekat. Mas Fauzan langsung dimasukkan ke ruang UGD. Selang beberapa menit, semua pengurus sudah berkumpul di rumah sakit. Dokter pun keluar dengan wajah sedih. Dia terkaget-kaget begitu banyak orang yang mengantar pasien tersebut. Dengan sedikit menghela nafas, dokter itu berkata kepada kami,
  Siapa saja tolong kabari keluarga korban”, tukas dokter itu singkat
Salah satu diantara kami menghubungi ibu mas Fauzan. Satu jam kemudian, Ibu mas Fauzan datang bersama kedua adik mas Fauzan dengan tergesa-gesa. Dokter yang sejak tadi menunggu bu Aisyah mengajak bu Aisyah berbicara empat mata. Beberapa saat kemudian, terdengar suara teriakan adik paling kecil mas Fauzan. Aku dan beberapa pengurus langsung menghampirinya. Ternyata bu Aisyah pingsan. Aku langsung bertanya kepada dokter,
“ sebenarnya, apa yang terjadi dok ?”, tanya Subhan
“Mohon semuanya jangan bersedih, kami sudah berusaha sebaik mungkin. Akan tetapi nyawa pasien tidak tertolong lagi”, jawab dokter itu.
Tangis diantara kami pun pecah. Semuanya tenggelam dalam tangis. Subhan yang mencoba menahan isak tangisnya bertanya lagi kepada dokter itu,
“Dokter, sebenarnya pengakit mas Fauzan apa dok?”
“Pasien menderita kanker otak yang akut dan itu sudah bertahun-tahun lamanya bersarang di tubuh pasien. Namun, pasien tidak pernah menceritakan ini kepada siapapun, bahkan ibunya sendiri”
Semua menangis sejadi-jadinya. Sore itu sore yang kelabu bagi kami. Mas Fauzan berpisah untuk selama-lamanya. Segera kami mengurus bu Aisyah. Setelah bu Aisyah siuman, jenazah mas Fauzan langsung dibawa ke rumah duka. Kami menyolatkan beliau dan langsung menghadiri pemakaman beliau. Pemakaman itu dihadiri oleh banyak orang, bahkan dosen mas Fauzan dan teman serta kakak tingkat juga adik tingkat beliau juga datang melayat
Minggu keempat bulan Desember 2014
Musyawarah anggota tetap harus dilaksanakan. Belum usai kesedihan kami, ditambah lagi Musyawarah anggota tanpa mas Fauzan. Mas Faisal sebagai sekretaris umum menggantikan beliau dalam evaluasi LPJ. Mas Faisal terlihat sedih setiap menjawab pertanyaan evaluator. Mungkin, beliau teringat mas Fauzan yang dianggapnya sebagai kakak kandung sendiri. Evaluasi yang seharusnya berlangsung tiga hari, dalam sehari semalam sudah berakhir dengan keputusan “diterima”. Hal ini tidak cukup mengobati kesedihan kami. Tetap saja kami sangat kehilangan mas Fauzan.

Februari 2015
Hari ini hari pelantikan pengurus Rohis. Berbeda dengan satu tahun lalu, aku berperan sebagai Ketua Umum. Aku memberikan sambutan disertai dengan pemutaran video kumpulan foto-foto kegiatan kami bersama mas Fauzan
“Do’a kami selalu bersama dia. Dialah mas Fauzan. Pemimpin yang selalu terpatri di do’a kami setelah rasulullah, sahabat dan para ulil amri terdahulu. Aku sadar, aku tidak akan seperti dia. Aku sadar, aku tidak sebaik dia. Tapi, setidaknya kami membawa semangat beliau untuk satu tahun kedepan”
Sambutanku berakhir dengan gambar foto mas Fauzan yang tersenyum lebar. Terdengar isak tangis dari beberapa pengurus. Akupun tak kuasa menahan tangis.





0 Comment "Dia yang Terpatri dalam Setiap Do’a"