Dari Anas bin Malik, “Rasulullah sering menemui kami. Aku punya adik yang berkunyah Abu ‘Umair. Dia punya seekor burung yang sering dipakai untuk bermain. Suatu hari Nabi datang setelah burung tersebut mati. Beliau melihat Abu ‘Umair bermuram muka. Nabi lantas bertanya kepada kami ‘ada apa dengannya?’, ‘burungnya mati,’ sahut kami. Nabi lalu bersabda ‘Hai Abu ‘Umair apa yang telah dilakukan oleh burungmu?'” (HR. Bukhori, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi, Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 7830)
Kunyah adalah nama yang dimulai dengan ABU atau UMMU. Ada juga ulama yang mengatakan termasuk juga nama yang diawali dengan saudara/paman…, kunyah terkadang untuk memuji sebagaimana sahabat Nabi yang dulunya berkunyah Abu Hakam, terkadang untuk mencela semacam Abu Jahal, terkadang disebabkan karena membawa sesuatu semisal Abu Hurairah dan terkadang hanya sekedar nama semisal Abu Bakar dan Abul Abbas Ibnu Taimiyyah, padahal Ibnu Taimiyyah tidak mempunyai anak. (Lihat Al-Qoul Al-Mufid ‘Ala Kitab At-Tauhid 2/169, Maktabah Al-’Ilmi). Dalam Syarah Muslim 14/129, Imam Nawawi mengatakan, “Pelajaran yang bisa dipetik dari Hadits tersebut sangat banyak sekali. Diantaranya menunjukkan bahwa kunyah untuk orang yang tidak punya anak itu diperbolehkan, juga menunjukkan bolehnya kunyah untuk anak kecil dan hal tersebut tidak termasuk kebohongan.” (Dari Ahkam Ath-Thifli hal. 165).
Dalam Tuhfatul Aba’ dinyatakan, “Hadits di atas menunjukkan bahwa anak kecil boleh punya kunyah. Anak kecil yang suka bermain dengan burung dalam Hadits di atas berkunyah Abu ‘Umair, bahkan Nabi pun memanggilnya dengan kunyah tersebut. Ini termasuk adab arab yang bagus. Kunyah untuk anak kecil itu berfungsi mengangkat dirinya, meningkatkan kecerdasannya dan menyebabkan dia merasa dihargai.” (Tuhfatul Aba’ Bima Warada fi Tarbi Yatul Aulad, Dar Al-Qasim hal. 33).
Jadi Hadits di atas menunjukkan bahwa anak kecil boleh diberi kunyah. (Lihat juga Ahkam Ath-Thifli, Darul Hijrah hal. 164).
Nabi shollahu’alaihiwasallam bertanya kepada seorang sahabat, beliau berkunyah Abul Hakam -padahal Al-Ahkam adalah nama Allah-, ‘Apakah engkau mempunyai anak ?’, sahabat tersebut menjawab, ‘Syuraih, Muslim, dan Abdullah’, ‘Siapa yang paling tua diantara ketiganya? lanjut Nabi, ‘Syuraih’ kata sahabat tersebut. Nabi bersabda, ‘Jika demikian maka engkau adalah Abu Syuraih.’ (HR. Abu dawud dan Nasai, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 2615).
Dalam Ahkam Ath-Thifli dinyatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa berkunyah dengan nama Allah semisal Abul Ahkam dan Abul ‘Ala adalah tidak dibolehkan.” (Ahkam Ath-Thifli karya Ahmad Al-Isawi hal. 165).
Syaikh Utsaimin mengatakan, “Hadits di atas tidak menunjukkan bahwa berkunyah itu dianjurkan karena Nabi ingin mengubah sahabat tersebut dengan kunyah yang diperbolehkan dan Nabi tidak memerintahkan berkunyah pada awal mulanya.” (Al-Qoul Al-Mufid 2/170).
Abdurrahman bin Muhammad bin Qosim mengatakan, “Dalam Hadits di atas Nabi memberi kunyah dengan anak yang paling tua dan itulah yang sesuai dengan sunnah sebagaimana terdapat dalam beberapa Hadits. Jika tidak memiliki anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua. Ketentuan ini juga berlaku untuk kunyah seorang perempuan.” (Hasyiah Kitab At-Tauhid hal. 318).
Jadi, diantara adab yang berkenaan dengan nama kunyah adalah:
- Tidak boleh berkunyah dengan nama Allah semisal Abul A’la (Al-Maududi).
- Kunyah itu dengan nama anak laki-laki yang paling tua. Jika tidak ada anak laki-laki maka dengan nama anak perempuan yang paling tua.
- Orang yang belum atau tidak punya anak boleh berkunyah. Oleh karena itu anak kecil yang jelas belum menikah diperbolehkan untuk berkunyah.
- Tidak boleh berkunyah ‘Abul Qosim’ berdasarkan Hadits Rasulullah shollahu’alaihiwasallam, “Hendaklah kalian bernama dengan nama-namaku tetapi jangan berkunyah dengan kunyahku (Abul Qosim).” (HR. Bukhori no. 3537 dll). Ibnul Qoyyim mengatakan, “Pendapat yang benar bernama dengan nama Nabi itu diperbolehkan. Sedangkan berkunyah dengan kunyah Nabi itu terlarang. Berkunyah dengan kunyah Nabi saat beliau masih hidup itu terlarang lagi. Terkumpulnya nama dan kunyah Nabi pada diri seseorang juga terlarang.” (Zaadul Ma’ad, 2/317, Muassasah Ar-Risalah). Beliau juga mengatakan, “Kunyah adalah salah satu bentuk penghormatan terhadap orang yang diberi kunyah… diantara petunjuk Nabi adalah memberi kepada orang yang sudah punya ataupun yang tidak punya anak. Tidak terdapat Hadits yang melarang berkunyah dengan nama tertentu, kecuali berkunyah dengan nama Abul Qasim.” (Zaadul Maad, 2/314). Imam Ibnu Muflih berkata, “Diperbolehkan berkunyah meskipun belum memiliki anak.” (Al-Adab Asy-Syar’iyyah karya Ibnu Muflih 3/152, Muassasah Ar-Risalah).
0 Comment "Hukum Kunyah !"
Post a Comment